Oleh
Muhammad Tabrani SH[1]
Siapa yang tidak tahu tentang El Barca
sebutan FC Barcelona. Tim sepakbola yang berasal dari wilayah
Catalonia Spanyol ini bisa dikatakan sebagai tim sepakbola terbaik
dunia pada saat ini. Barcelona mempunyai penyerang seperti Messi dan
gelandang kreatif seperti Iniesta dan Xavi. Barcelona punya pelatih
seorang Joseph Guardiola, punya taktik dengan nama “Tiki-Taka”, dan punya kerja-sama Tim yang terbaik di dunia.[2]
Apabila diperhatikan strategi Tiki-Taka
mempunyai konsep Cepat, kreatif tapi Sabar. Cepat artinya perpindahan
bola dari kaki ke kaki bisa terjadi dalam seper sekian detik. Kreatif
artinya harus memiliki Pemain tengah kreatif seperti Xavi dan Iniesta
yang secara skill individu di atas rata-rata, Tiki-Taka mampu mengalirkan bola dari satu pemain ke pemain lain, dari sisi kiri sampai sisi kanan dengan akurasi passing
diatas 80%. sehingga mampu menguasai bola dengan rata-rata 70% dalam
setiap pertandingan. Sabar artinya tidak terburu-buru, pemain Tiki-Taka
tidak berambisi untuk langsung menekan ke daerah pertahanan lawan.
bahkan tidak jarang bola dialirkan kebelakang untuk berpindah sisi. Agak
kontras memang, pergerakan bola yang cepat tidak dibarengi dengan
serangan yang frontal.tapi justru itu adalah kuncinya sehingga strategi
ini mampu membuat pemain lawan kehilangan semangat, jenuh, emosi dan
melakukan pelanggaran-pelanggaran yang tidak perlu untuk menghentikan
penguasaan bola.[3] Gaya permainan seperti ini bukan hanya membuat
pemain lawan frustasi tapi dapat berdampak buruk Tiki-Taka juga kepada Pelatih lawan. Lalu apa hubungan strategi Tiki-Taka Barcelona dengan kiat Pemberantasan Korupsi di Indonesia?Tulisan ini mencoba mendiskripsikan korelasi antara keduanya.
Korupsi : Sebab dan Akibat
Korupsi
telah menjadi penyakit masyarakat yang sukar sekali disembuhkan,
bahkan aparatur Negara yang ditugasi oleh Peraturan perundang-undangan
untuk memerangi korupsi malah terjangkit virus korupsi itu sendiri.
Kenyataan ini membuat Publik bertanya apakah penyakit korupsi dapat
disembuhkan?atau memang korupsi ini merupakan penyakit akut masyarakat
yang telah terkondisikan secara historis sehingga sukar sekali
diberangus? contoh kecil misalnya di Provinsi Maluku Utara hampir
setiap hari ketika membaca, mendengar melalui media memberitakan
tentang kasus korupsi rumput laut, korupsi DTT, korupsi pengadaan
Proyek, korupsi ini korupsi itu. Dan yang lebih menggelitik hati publik
ialah kasus-kasus korupsi yang diberitakan terus-menerus itu tidak
pernah diselesaikan secara tuntas oleh para penegak hukum???
Namun, memang harus disadari bahwa fenomena korupsi bukan hanya
terjadi di Indonesia saja tetapi merupakan masalah global dan semua
Bangsa dan Negara di dunia tanpa terkecuali baik itu Negara berkembang
maupun Negara maju merasakan impact-nya.derajat korupsi di
berbagai Negara berbeda-beda sesuai dengan aneka macam faktor dan sebab
yang rumit sejalan dengan kompleksitasnya sejarah dan budaya
bangsa-bangsa yang bersangkutan. Susan Rose-Ackerman[4] mengungkapkan
ada beberapa penyebab umum korupsi tumbuh begitu subur dibeberapa Negara
termasuk Indonesia.yaitu (1) investasi Negara tidak Produktif dan
ilegal, (2) rendahnya moral disebabkan kurang berfungsinya
pranata-pranata sosial dan agama sehingga terlibat dalam bisnis ilegal
dan mafia, (3) kemiskinan sebagai stimulun permanen, (4) budaya hadiah (fee)
untuk mencari keuntungan tanpa dasar menjadi wajar, (5) hak
kepemilikan yang terlalu besar kepada Administrasif, (6) aturan hukum
membuka keleluasaan open intrepetative oleh pejabat sesuai dengan kepentingan serta abuse of power
(penyalahgunaan kekuasaan). Hal tersebut mengakibatkan antara
laininefisiensi dan ketidaksetaraan di bidang ekonomi seperti naiknya
pajak karena pendapatan Negara melalui pasar kompetitif berkurang,
mengurangi legitimacy dan efektifitas penyelenggaraan
Pemerintahan serta menciptakan Pasar tidak kompetitif, tidak pasti
dibandingkan dengan Pasar terbuka.[5] Selain itu juga dampaknya secara
social budaya antara lain Tradisi Suap, Patronase, hadiah yang bersifat Quid pro quo (timbal balik) terhadap keuntungan yang besar dan dampak yang parah bagi masyarakat serta merugikan perekonomian Negara.
Untuk menanggulangi masalah korupsi, diberbagai Negara-negara di dunia
memiliki cara yang berbeda-beda namun kiranya tujuannya sama yakni
meminimalisir kejahatan tersebut. Meminimalisir korupsi merupakan
langkah yang paling rasional untuk mengatasinya karena korupsi adalah
produk budaya masyarakat yang sangat tua seumuran dengan prostitusi dan
perjudian.oleh sebab itu, mustahil ketika mengharapkan kejahatan ini
berada pada titik nol.Sedangkan cara paling umum yang dilakukan Negara
dalam mengurangi insentif korupsi yaitu dengan jalan reformasi dan
pilihan pertimbangan reformasi di Negara demokrasi biasanya meliputi
reformasi program publik, reformasi administratif, eliminasi program
serta efek pencegah dari UU antikorupsi.[6]akan tetapi fakta menunjukan
reformasi saja tidak cukup karena cara-cara demokratis tidak selalu
dapat menjadi obat terhadap korupsi. dibutuhkantaktik-taktik extra-ordinary sebab korupsi merupakan extra-ordinary crime (kejahatan luar biasa) sehingga membutuhkan strategi dan upaya yang extra-ordinary pula.
Out of the box
Upaya extra-ordinary
yang dimaksud disini bukan hanya mempertegas regulasi dan reformasi
struktural belaka tapi perlu strategi lain yang tidak biasa. jika kita
mau belajar dari filosofi permainan sepakbola, hal itupun tidak kalah
pentingnya. dalam permainan sepakbola strategi memiliki peran yang urgen selain juga memiliki pemain yang bagus, dan pada konsteks ini kita membicarakan strategi “Tiki Taka” ala Barcelona.
Dalam strategi “Tiki Taka”
Barcelona memiliki pemain cepat, berskill tinggi dan berkarakter
seperti Messi, Alexis, Pedro, dan Fabregas yang memiliki peranan
memainkan bola dan berlari dengan cepat menusuk kejantung pertahanan
yang sulit diatasi oleh pemain belakang lawan.Sama halnya juga
aktor-aktor dalam upaya pemberantasan korupsi seperti komisioner KPK,
Polisi, Jaksa, Hakim haruslah orang-orang yang memiliki
kompetensi/skill yang mumpuni dibidang itu, berani bertindak cepat dan
memiliki karakter yang kuat bak Striker maut sehingga ditakuti oleh
para koruptor, bandit dan mafia.
Strategi ini selain
mengandalkan permainan cepat tetapi juga kreatifitas dan sabar
memainkan bola membuat pemain lawan kehilangan semangat dan jenuh
dengan permainan mereka. Barcelona memiliki gelandang kreatif,
imajinatif seperti Xavi dan Iniesta dalam menjalankan taktik itu.
Berbeda dengan Messi yang bermain cepat ala pemain latin, Xavi dan
Iniesta lebih sabar mengalirkan bola dengan teknik tinggi memanfaatkan
lebar lapangan dari sisi kiri sampai sisi kanan sehingga menambah irama
permainan Barcelona. Gaya seperti ini terbukti melemahkan dan
membuyarkan konsentrasi pemain lawan.Penegak hukum khususnya komisioner
KPK harus sadar dari awal bahwa mereka menghadapi koruptor yang
intelek. KPK membutuhkan komisioner dan penyidik yang kreatif,
imajinatif, berpikir out of the box (mampu menabrak “tabu”)
kekakuan birokrasi, sigap menghadapi serangan balik dari para koruptor
serta sabar melihat peluang guna pencegahan korupsi seperti halnya Xavi
dan Iniesta.
Pendekatan Good Gevernance yang
digaungkan Pemerintah melawan korupsi selama ini memiliki sayap
menciptakan birokrat dan Politisi yang semakin Pintar dalam
menyembunyikan aksi korupsinya. Bahkan politikus licik mampu
menunggangi Good Gevernance hanya untuk meningkatkan
popularitas dan Posisi politiknya.Lebih parahnya pendekatan ini juga
menstimulasi terbentuknya konsolidasi kekuatan antara Politisi berhati
busuk dengan Pengusaha hitam.Buah dari perselingkuhan ini melahirkan
bentuk korupsi yang canggih dan sulit diberangus. Melawan pola korupsi
seperti ini tidak cukup ditangani dengan cara konvesional.[7] Korupsi
yang canggih harus dilawan dengan strategi yang tak kalah canggih yang
hanya bisa datang dari otak yang kreatif dan imajinatif.
Jika di
dunia sepakbola, sebuah tim besar membutuhkan dukungan dari para Fans
fanatiknya. Sama halnya juga dalam pemberantasan korupsi. Para penegak
hukum baik itu KPK, Polisi, Jaksa membutuhkan orang-orang kreatif yang
mampu membangun aliansi strategis dengan kekuatan-kekuatan
diluarnya.Seperti komunitas akar rumput, para anak muda, seniman serta
seluruh stakeholder untuk mengembangkan strategi bersama yang efektif melawan korupsi yang menyamai “Tiki Taka” ala El Barca.
Sampai saat ini,holly war
(perang suci) melawan korupsi masih terus berlangsung. Perang jenis
ini hanya memihak kepada mereka yang memiliki kecerdikan, kerjasama
tim, dan daya juang tinggi. Sehubungan dengan itu, (Alm) Satjipto
Rahardjo pernah menegaskan bahwa kondisi darurat Korupsi di Indonesia
membutuhkan orang-orang yang luar biasa, dengan sikap yang luar biasa
untuk menghadapi kejahatan luar biasa itu. Apakah hal itu dapat
terwujud?yang pasti optimisme dan harapan tidak pernah akan hilang dari
kita semua. Semoga..!!!
[1] Penulis adalah alumni Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate
[2]Diolah
dari
http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/01/16/barcelona-sebenarnya-memang-bisa-ditaklukkan/
, tanggal akses 1 April 2012.
[3]Diolah dari http://www.facebook.com/note.php?note_id=239734719397951, tanggal akses 1 April 2012
[4]Susan Rose-Ackerman, Korupsi dan Pemerintahan: Sebab, Akibat dan Reformasi, judul Asli (Corruption and Government: Causes, Consequences, and Reform) diterjemahkan oleh Toenggoel P. Siagian, cet-II, (Jakarta: Pustaka Sinar harapan, 2010), hlm. 4
[5]Ibid,.
[6]Ibid,.hlm. 55.
[7]Frengky Simanjuntak, “The Green Lantern” dan pansel KPK, surat kabar Kompas edisi Juni 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar